Sabtu, 01 Oktober 2011

menyenangkan!!

assalamu'alaikum...

widih sok islami banget yak?? sedekah aja jarang eh udah kayak ulama aja lagaknya... haha
okeh lets sapa my bloggie!
halo bloggie ku sayang! apakabar dirimu wahai teman setiaku....
#what?? setia? lu bisa ya bilang gue setia, tapi lu sendiri kali woy yang gak setia!!
oh iya deh maafkan temanmu ini yah bloggie ku. karena kesibukan yg bertumpuk dan karier yang kian menanjak, gue kagak lagi bisa ber-online ria....
#huh! sok banget lu bilang karier yg menanjak! unpad kali woy yg menanjak... eh lu sadar gak sih nyes, kalo gue hampir mati tauk gara-gara gak pernah lu kunjungi lagi setelah sekian lama! lu gak liat kalo postingan lu itu yg terakhir di bulan april lalu woy! and you know what?? tak ada kata maaf bagimu yg telah menelantarkanku!
oh plis gie, sini gue jelasin lebih lanjut supaya lu stop ngomel gak jelas kayak sekarang dan lu diam dulu okeh! jangan banyak komentar!

hmm... bingung mau mulai dari mana gie... okeh mulai dari alesan kenapa terakhir posting itu bulan april. yah mengingat bulan april itu bulannya ujian akhir nasional, otomatis hati dan pemikiran terfokus untuk hal itu begitu juga di bulan2 selanjutnya terlalu sibuk belajar untuk persiapan masuk perguruan tinggi yg notabenenya itu impian gue bgt euy! so gak main2 lagi... dan kabar baiknya gue udah tenang bergabung di almamater yg dulu gue gak kepikiran buat kuliah disitu... alhamdulillah banget deh gie... dan tolong, lu juga seharusnya ngertiin gue dunk jangan malah kayak emak2 judes gitu,,,,
oke gie kita berteman lagi??? dan gue janji untuk ngepost minimal satu  perharinya....
#oke.oke gue maafin meskipun alesan lu udah kayak mengada2 gitu... masa' seh seorang nyenyes bisa gitu? mustahil banget kedengerannya! ya Tuhan plis bangunin gue!!
dukh! tepok jidat deh gue gie! gue juga bisa tau buat keajaiban bagi gue sendiri! dan thanks dah maafin gue meskipun gak ikhlas gitu... dan gie gue off dulu yah it's time to sleep!! i'm promise to write again about my day!
#bye nyes! semoga mimpi buruk oke!    
kurang ajar!!
huh!

wassalamu'alaikum....

Selasa, 05 April 2011

karya kacau

assalamu'alaikum semua!!


setelah karya sebelumnya dapat sambutan hangat, Nyenyes ini akan kembali mencoba memposting karya-karya yang selama ini tertidur dan emank sengaja ditidurkan di dalam tumpukan buku usang karena dengan lugunya Nyenyes Malu akan karyaya sendiri...

Saya prihatin akan diriku... hiks...


baiklah untuk karya berikut ini, mungkin sangat gak orisinil yah coz karya yang satu ini merupakan hasil percobaan pembuatan Cerpen pertama kali si Nyenyes setelah terinspirasi dari cerpen "Cinta Ya Cinta"... Nyenyes membuat cerpen ini skitar 5 tahun lalu saat baru kenal dengan Novel atau Kumcer! jadi maaf kalo karyanya jiplak banget!! yah untuk berjaga2 kalo penulis asli marah, kita anggap karya ini semacam "cinta ya cinta" versi Nyenyes! mohon maaf kepada penulis Asli karena Nyenyes yang menyedihkan ini telah meniru karyanya mentah2! mohon dimaklumi ya umur saat itu begitu muda dan gak tau gimana caranya mengembangkan sebuah ide menjadi cerita.. okey langsung aja dibaca cerpen tiruan ini! jangan lupa kritik dan saran juga yah!!


                            Kebimbangan Seorang Marbut
                                                                                                       Oleh Nyenyes wkt umur 13thn
   
          Di siang hari yang begitu terik, selepas para jamaah masjid menunaikan sholat zuhur, Aku melaksanakan ritual harianku. Di dalam masjid yang cukup besar ini, Aku selalu melakukan kegiatan membantu Pak Haji Rahman untuk membersihkan masjid, dan itulah ritual harianku.
   
          Sudah sepuluh tahun Aku membantu membersihkan masjid, serta di sinilah Aku tinggal, dirumah Allah yang begitu di cintai oleh seluruh umat islam di dunia dan karena itu Aku biasa di sebut Marbut masjid. Walaupun sebagai Marbut, Aku sangat bahagia karena dapat merasakan indahnya islam, tidak seperti sepuluh tahun yang lalu ketika aku masih menyembah patung yang disalib. Aku begitu heran, mengapa orang tua ku selalu menyembah patung yang tangan dan kaki nya di salib sedangkan ia tidak bisa bergerak, apakah sebuah patung bisa menolong manusai dari kesulitan? Akupun sangat bingung mengenai kepercayaan ku terhadap Tuhan. Tak henti-hentinya Aku selalu beropikir mengenai Agama ku ini. Pada suatu siang seusai pulang dari tempatku melahap semua ilmu duniawi, Aku tidak sengaja datang kesebuah tempat. Dimana tempat itu merupakan sebagai sarana ibadah oleh umat yang paling dibenci oleh kaum agamaku.
         Aku beristirahat sebentar disana karena udara di kota ini begitu menyengat. Di dalam tempat yang biasa di sebut umat islam Masjid  ini, Aku mendengarkan sebuah nasihat  atau lebih tepatnya ceramah yang disampaikan oleh seorang pemuka Agama yang cukup di hormati di daerah itu.  Kalau tidak salah isi ceramah waktu itu mengenai tragedi Poso, dimana dalam peristiwa itu kebanyakan umat Islam terbunuh oleh kebiadaban kaumku. Aku baru tahu kalau yang menyebabkan itu semua terjadi adalah ketamakan kaumku yang ingin menjadikan seluruh warga Poso beragama seperti ku. Aku tidak setuju mengenai tindakan mereka untuk menghancurkan seluruh masjid dan mengusir seluruh penduduk beragama Islam untuk keluar dari Poso. Tapi yang mambuat ku heran, mengapa orang Islam sangat sabar menghadapi semua serangan dari mereka. Ternyata setelah mendengarkan ceramah, Aku menemukan kunci dari kesabaran umat Islam, yaitu percaya kepada Tuhan mereka bahwa Tuhan mereka pasti akan menolong umat-Nya dari semua cobaan yang diberikan. Hati ku pun tersentuh setelah mendengar perkataan terakhir dari penceramah yaitu “setiap umat islam haruslah senantiasa bertawakal kepada Allah sehingga dimudahkannya persolan hidup”, walaupun Aku tidak mengerti apa arti dari kata tawakal itu.
         Setelah ceramah usai, aku langsung menghampiri penceramah untuk menanyakan arti dari tawakal, dan ternyata artinya adalah berserah diri kepada Allah ketika kita tidak menemukan jalan dalam pemecahan masalah. Akupun bertanya mengenai Islam lebih banyak lagi kepada penceramah yang ternyata  bernama Haji Rahman. Di setiap pertanyaan yang kuajukan Pak haji rahman selalu tersenyum dan membuat hatiku menjadi sejuk sekali serasa hembusan angina menerpa hatiku. Lalu akupun semakin tertarik dan semakin yakin mengenai mangubah kepercayaan ku menjadi panyembah tuhan yang Maha Esa Allah swt. Aku meminta pak Haji Rahman untuk mengubahku manjadi seperti dirinya, orang islam. Ternyata tidak begitu rumit seperti yang ku bayangkan, tinggal mengucapkan 2 kalimat syahadat yaitu asyhadu ala ilaha ilallah wa asyhadu anna muhammadurasulullah yang artinya Aku bersaksi tiada tuhan selain Allah dan Muhammad adalah utusan Allah. Setelah selesai proses yang begitu singkat, jadilah Aku orang yang beragama baru ISLAM sebagai seorang Mualaf. Ketika aku membicarakan mengenai pindahnya kepercayaan ku kepada orangtuaku, seketika itu pulalah aku di usir dari rumah dan kembalilah aku ke masjid ini .

                                                                             ***
    “A’udzubillahiminasyaithoonirrojim Bismillahirrahmaanirrahim”
    itulah tanda pengajian disiang hari yang diketuai oleh seorang wanita shalehah, yang umurnya terpatut 2 tahun dibawah ku akan segera dimulai. Aisyah, itulah nama wanita anggun yang selalu menjadi panutan kaum hawa sekitar. Muslimah itu lulusan universitas Al-Azhar yang terkenal itu, dan wanita itu adalah anak satu-satunya Pak Haji Rahman. Aku sangat mengagumi wanita yang senantiasa menjaga auratnya itu. Aku selalu mencuri pandang ke arhanya ketika Aku melaksanakan tugasku. Apakah Aku jatuh hati pada wanita itu? Perasaan dan hati ku kini sangat kacau ketika memikirkannya.
   
         “Cinta itu Anugerah Yusuf, yang diberikan Allah kepada setiap Insan yang memiliki hati. Tapi perasaan akan cinta itu dikendalikan oleh nafsu.” Kata Musafir yang mampir ke masjid kami.
         “apakah Aku pantas memiliki rasa yang begitu menyiksa hatiku ini, sedangkan Aku hanyalah seorang Marbut Masjid ?.” kataku pada musafir itu.
        “Tapi kau berhak memiliki rasa yang indah itu, karena rasa cinta itulah setiap manusia bisa hidup.” Jelas sang Musafir lagi.

         Hari-hariku begitu bahagia setelah mendengarkan kalimat yang di ucapkan Musafir itu, tapi hatiku tak sanggup lagi untuk menahan teriakan-teriakan perasaan yang terus berusaha mendobrak nurani ini. Aku bagitu tak tahan akan perasaan ku sebenarnya. Hingga larut malam pu aku terus memusingkannya.

         Waktu yang paling membuatku miris, ketika pengajian yang dibimbing wanita lulusan Al-A zhar sedang berlangsung. Akhwat-akhwat itu selalu mencuri pandang kepadaku, berbisik-bisik sambi menatapkuyang tak lainpasti membicarakanku. Aku begitu bingung mengapa mereka selalu berbisik-bisik dan melihatku ketika aku sedang melaksanakan kegiatanku. Apa ada yang salah debgan pakaian ku yang sangat sederhana ini? Tapi aku cepat-cepat membuang pikiran bodoh yang menghantuiku itu. Ketiak pengajian selesai, selalu ada anak yang datang menghampiriku untuk menyapa atau hanya sekedar mengucapkan salam.

         “Mas Yusuf, ada salam tuh dari ranti.” Kata anak perempuan yang memakai jilbab warna birun yang senada dengan pakaiannya
         “Mas, Shinta nitip salam buat Mas Yusuf.” Kata anak kedua yang sembari tersenyum nakal melihatku.
        “ Mas Yusuf yang rajin, ada se-truk salam tuh daru Risma.” Celoteh gadis ketiga beserta senyuman yang bagiku adalah senyuman penggoyah imanku.

         Aku tak da pilihan lain menanggapi salam-salam tersebut kecuali mengucapkan, “wa’alaikumussalam.” Perkataan-perkataan yang tersebut membuatku tambah menderita, karena aku tak pernah berhenti memikirkan bidadari impianku. Tinggi, putih, bersih dan tampan; orang- orang selalu mendeskripsikan aku, alih-alih Aku membersihkan masjid  yang sudah mendarah daging. Tapi, yang buatku bingung, bimbang akan nuraniku ini, ketika seorang gadis remaja menyapaku.
            “Assalamualaikum, Mas yusuf”
           “Waalaikumussalam, ada apa toh neng?” tanyaku padanya tanpa memikirkan apa yang akan dikatakannya setelah itu,
           “ndak ada apa-apa mas. Rani Cuma mau tanya kenapa sih mas ganteng-ganteng kok jadi marbut?”
deguar!!! serasa ada petir yang langsung membakar tepat di hatiku ketika anak yang bernama Rani itu mengucapkan apa yang aku takutkan. Aku membatu beberapa saat hingga Rani menghentikan lamunanku.
          “Mas, mas yusuf kenapa bengong?” terlihat rasa bersalah dari muka Rani.
          “Tidak ada apa-apa neng! Mas mau shalat ashar dulu yah.”

          Aku langsung mengambil air suci dan langsung mendirikan shalat serta mengadu mengenai kebimbanganku
         “Ya Allah Apa aku pantas mendapatkan cinta Aisyah yang begitu cerdas dan cantik? Sedangkan Aku hanyalah manusia rendah yang terus-terusan mengumandangkan adzan dengan suara parau ku.” Bisik hatiku pelan.

    Selepas sholat isya’ pada malam yang bermandikan bintang, Aku dipanggil oleh Pak haji Rahman untuk makan malam bersama.
    “ Yusuf, bisakah kamu datang kerumahku untuk makan malam bersama? Sekalian merayakan Ta’aruf buat anak tunggal ku.”
        Hati ku membeku tak karuan mendengar perkataan Pak haji Rahman, lalu Aku mengangguk pelan tanda menyetujui ajakan ayah Aisyah. Diperjalanan menuju rumah Pak haji, Aku bertanya-tanya mengenai siapa pasangan Aisyah yang jelas seribu lebih baik dariku. Akupun mengetuk pintu rumah Pak haji sebanyak tiga kali sesuai ketentuan dalam Al-qur’an yang menganjurkan mengetuk pintu sebanyak tiga ketukan beserta salam. Lalu pintupun terbuka dan Aku di persilakan masuk oleh Pak haji Rahman. Di ruangan itu telah di hidangkan berbagai macam masakan. Di sebelah guci yang bermotifkan Ka’bah, ibu haja Rasyidah tersenyum lembut kepadaku, dan di sebelahnya gadis yang kuangankan duduk dengan anggunnya, memakai jilbab coklat yang berpadu dengan baju muslimnya yang berwarna coklat juga membuatnya lebih menawan. Tapi dimanakah laki-laki yang akan dijodohkan dengan Aisyah? Semua pertanyaanku terjawab ketika kami semua duduk dan kemudian Pak haji Rahman mulai berkata,
       “Mari kita mulai Ta’arufnya.”
        Akupun terheran-heran siapa yang jadi pasangan Aisyah yang beruntung itu dan mengapa ibu haja Rasyidah sekali lagi tersenyum Hangat kepadaku.




                                                                        ***THE END***

Jumat, 25 Maret 2011

i'm back again...

assalamu'alaikum ya akhi wa ukhti smua!!! dengan cerianya saya akan mulai menghidupkan kembali Blogie ku yang sempat diopname gara" keteledoranku... mohon maaf yang sebesarnya ya Blohie ku tercinta.. hikz... oke!! kita sudahin dulu bersedih rianya! selanjutnya untuk mengisi diari yang kosong ini saya akan memulai dengan karya nyenyes ini dalam perlombaan cerpen islami... gak menang sih tapi sebagai hiburan gakpapalah dipajangi... mohon maaf bila cerpennya kurang bagus dan menuai banyak kritik dan itulah yang nyenyes harapkan... kritik dan saran dari yang membacanya... silakan membaca...
Cinta Ilahi
Oleh :Nyenyes
            Semilir angin yang bertiup dari arah tenggara kota Palembang itu, sejuk membelai dengan lembut wajah seorang pemuda yang sarat akan makna kehidupan. Kuning lembayung warna langit tercetak jelas berada berkilometer jauhnya di ufuk barat yang menandakan waktu ashar telah berakhir. Riak-riak gelombang sungai Musi memberi susasana ketentraman di hati, dan sebagai pelengkap kenyamanan sore itu, mulai terlihat kerlip lampu di badan bangunan kokoh yang angkuh dan dengan sombongnya berdiri tegak manaungi sungai terbesar dan terpanjang di Sumatra itu.
            Sesosok pemuda yang berdiri di atas jembatan pemisah sungai Musi, terlihat menatap nanar ke arah sungai kebanggan rakyat Palembang. Kekalutan hati pemuda itu terlihat jelas dari betapa banyaknya kerutan yang bertengger di wajah kerasnya. Titik-titik air mata mulai mengalir layaknya menirukan arus sungai yang dilihat, dan entah bagaimana pikirannya terus berputar melampaui batas waktu yang telah lalu.
****
            “Papa tak peduli lagi dan papa tak mau ambil pusing dengan tingkah laku anehmu itu. Cepat sekarang tinggalkan rumah ini!!” terdengar hentakan marah dari sebuah rumah petinggi agama kristiani dan mulai mengusik perhatian warga sekitar.
            “Mama bisa ngerti kan gimana keadaan Rino sekarang? Tolong jangan usir Rino. Rino bakal jelasin semua perbuatan Rino ini.” Pinta Rino pada mama yang selalu memberinya kehangatan tatkala hatinya penuh gejolak  pertentangan.
            “Mama tak bisa membantumu nak. Perbuatanmu ini sangat kelewatan. Mama tak menyangka mendapatimu sedang sholat layaknya orang islam. Kamu tahu sendiri, papamu adalah orang yang sangat berperan di gereja. Mama hanya bisa berpesan, berhati-hatilah dan jangan sampai mati.” Cecar sang mama dengan tidak memberikan kesempatan pada Rino untuk memperkuat argumennya mengenai hijrahnya keyakinan dirinya kepelukan islam. Rino pun langsung bungkam dan tak mau berlarut dalam masalah kepercayaan ini. Ia yakin ia pasti bisa mengatasi masalahnya kini yang cukup pelik.
            Ketika kakinya mulai tak sabar untuk meninggalkan rumahnya, Rino berbalik dan meminta maaf atas perbuataanya yang bisa merusak nama baik keluarganya.  Tak ayal lagi, saat ia mulai membelok di sudut gang rumahnya, mau tak mau ia merasa sedikit takut akan pesan terakhir mamanya untuk berhati-hati. Awalnya, ia tak begitu mengerti apa maksudnya agar berhati-hati dan jangan sampai mati, tetapi seiring berjalannya waktu, ia pun mulai menyadari arti tersembunyi dari pesan sang mama. Satu persatu orang tak dikenal berusaha untuk melukainya. Mulai dari hal kecil yaitu mendorongnya hingga hampir menikamnya dengan pisau. Tak percaya dengan apa yang dihadapimya, Rino mulai mawas diri dan terus membentengi dirinya dengan ibadah agar dilindungi Allah tuhan pemberi hidayah. Dan belakangan ia tahu, kalau yang berniat membunuhnya adalah suruhan kaum gereja tempat ia dahulu selalu melakukan ibadah karena mereka menganggap orang yang keluar dari agama kristiani sebagai pengkhianat dan pantas untuk dilukai.
            Sepergi meninggalkan kediamannya yang nyaman, Rino bingung dan tak tak tahu akan tinggal dimana. Ia juga dari awal sudah tahu konsekuensi atas tindakannya untuk mengikuti kepercarayaan orang yang di kaguminya. Ya, ia memilih untuk masuk kedalam rangkulan islam karena mengincar seorang gadis jilbaber yang setiap hari dilihatnya keluar masuk masjid Agung untuk berorganisasi. Rino yang seorang kutu buku, sangat rajin dan tak pernah lelahnya untuk mencari buku apapun, mulai dari terbitan baru sampai terbitan lama yang susah ditemukan tetap dicarinya. Dari kegiatan rutin hunting buku itulah ia bertemu seorang putri hawa, yang dimatanya layak masuk  dalam daftar bidadari penghuni firdaus tempatnya para syuhada’ tinggal. Semenjak dirinya bertatap mata dengan bidadari yang dikaguminya, Rino tak hentinya terus memikirkan bidadari itu. Ia selalu berusaha dengan segala cara agar bisa bertemu dengannya. Cara yang ia gunakan bermacam-macam, dan salah satu cara yang paling ekstrem menurutnya ialah memasuki masjid Agung dan berpura-pura sholat didalamnya layaknya seorang muslim, hanya untuk ‘melihat’ sang bidadari itu.
            “Fiuh... untung aku dulu bersekolah di sekolah negeri yang mayoritas siswanya beragama islam, jadi aku sedikit bisa gerakan dalam sholat.” Batin Rino saat ia meneguhkan hati untuk berani masuk kedalam masjid.
            Mulai dari situ Rino selalu melakukan ritual rutinnya setiap hari sepulang kuliah. Ia sekarang tak canggung lagi melakukan gerakan sholat pura-puranya ditengah orang muslim, walaupun ia hanya diam saat melakukan gerakan yang dianggapnya cukup rumit itu.
            “Ya Tuhan mengapa engkau menciptakak seorang wanita yang mampu menarik hatiku dari keturunan islam?” Rino mengeluh pada Tuhannya suatu waktu ia mencuri pandang ditengah kegiatan sang bidadari, dan lambat laun Ia  merasa tak mampu lagi meneruskan aksi pengintaian serta mulai berusaha untuk berkanalan dengan wanita pujaannya Aisyah. Belakangan ia tahu wanita yang dikaguminya bernama Aisyah dari temannya yang satu organisasi dengan sang bidadari. Rino kagum dengan Aisyah karena Rino merasa kalau Aisyah tak pernah lelahnya berorganisasi. Selain itu, ia juga merasa kalau Aisyah sangat berbeda dengan makhluk bernama wanita yang pernah dikenalnya. Untuk memulai perkenalan dengan Aisyah sangatlah sulit, apalagi keyakinan yang dianut diantara mereka sangat jauh berbeda. Memang sih kalau dari segi ajaran tetaplah sama, yakni sama-sama mengajarkan untuk berbuat baik, dan kalau dipandang dari segi akidah keduanya sangat jauh berbeda. Tetapi hal itu tak menyurutkan semangat Rino untuk berkenalan dengan Aisyah.
            Suatu sore selepas sholat ashar, ketika Aisyah hendak bergegas pulang, Rino memberanikan diri untuk mendekatinya. Dengan berbekal kayakinan dan kepercayaan diri yang cukup, ia membuka mulut untuk menyapa wanita dengan tatapan sendu itu.
            “Hai... boleh gak kita kenalan?” sapa Rino waktu ia telah berhadapan dengan Aisyah. Mendengar perkataan yang tiba-tiba itu Aisyah sangat terkejut karena yang menyuarakan sapaan tersebut ialah orang yang sangat asing baginya. Aisyah yang merupakan seorang muslimah taat, ia tak menghiraukan laki-laki asing yang berada dihadapannya. Aisyah berdiri diam menunduk memandangi sepatunya seolah-olah sepatunya akan berlari meninggalkannya. Melihat reaksi diam yang dipancarkan Aisyah, Rino menyapa sekali lagi.
            “Halo! Apa kamu dengar perkataanku? Boleh kenalan?” desak Roni pada Aisyah. Tetapi kali ini Aisyah mulai melangkahkan kakinya meninggalkan si pemuda asing itu. Perjuangan Rino tak habis sampai disitu, ia terus menyapa Aisyah tetkala bertemu, walaupun ia tahu Aisyah pasti akan diam seribu bahasa seperti saat pertama kali bersapa. Tetapi akhirnya kegigihan Rinopun membuahkan hasil, walaupun cuma satu kalimat yang meluncur dari bibir si jilbaber manis Aisyah.
            “Maaf, aku seorang muslim dan aku tahu dari temanku, kau adalah Rino dan kamu nonmuslim.” Mendengar perkataan itu, Rinopun merasa putus harapan dan sangat bingung, karena telah mengetahui syarat agar bisa berbicara dengan Aisyah adalah dengan beragama ’islam’. Pertama kali yang dipikirkan saat mendengar perkataan Aisyah adalah ia harus beragama islam dan itu berarti mengubah keyakinan dirinya sejak lahir dan menentang orang tuanya sendiri. Merasa perjuangannya sia-sia jika ia harus berhenti saat itu, Rino bertekad dengan sepenuh hati untuk berhijrah keyakinan. Toh ia juga sedikit-sedikit bisa melakukan ibadah umat islam. Setelah berdiskusi dengan beberapa temannya dan tanpa sepengetahuan orang tuanya, Rino telah membulatkan tekadnya untuk mengucap dua kalimat syahadat yang dibimbing oleh seorang kiyai didalam masjid tempat ia melakukan pengintaian.
            Hari demi hari Rino jalani ibadah barunya dalam penuh kerahasiaan dari orang tuanya. Rino belajar memperdalam ilmu islam dari teman-temannya dan dibimbing oleh kiyai yang membantunya masuk islam.  Misi utama Rino harus bisa mendapatkan hati Aisyah dengan rajin beribadah. Dan benar saja, Aisyah pun mulai melirik kepada Rino yang tiap hari makin rajin datang ke masjid bukan untuk pura-pura sholat lagi, tetapi sholat sungguhan serta ikut membantu bersih-bersih masjid jika ia senggang.  Sejak terucapnya dua kalimat suci dari mulutnya, kehidupan Rino mulai jungkir balik bak seorang pemain akrobat, yang biasanya selalu ogah-ogahan pergi ke gereja seminggu sekali, ini malah lima kali sehari sholat yang awal pikirannya dulu sangat merepotkan. Perlahan-lahan niat dan tujuan awalnya memeluk islampun sedikit luntur dari hatinya yang kini sedikit teduh.
****
            Kebingungan Rino terus berlanjut selepas kakinya meninggalkan rumah karena diusir atas kepindahan agamanya. Ia terus meniti jalan dengan pikiran kosong, tetapi hatinya dipenuhi dengan keyakinan kalau Sang Maha Cinta akan terus mencintai umatnya yang yakin kalau pertolongan-Nya itu nyata. Dengan berbekal keyakinan itu, Rino mendapat pertolongan dari pak kiyai yang pernah membantunya. Pak kiyai itu menyarankan Rino agar ia  tinggal sementara di masjid sekalian membantu kegiatan rumah tangga masjid, mulai dari bersih-bersih hingga menjadi mu’adzin tiap waktu masuk sholat. setelah beberapa waktu, tinggal di masjid, Rino mulai melihatkan kesungguhannya untuk belajar ‘islam’. Melihat kesungguhan Rino, pak kiyai mengizinkan Rino untuk tinggal di masjid sebagai marbut. Rino merasa sangat bersyukur akan pertolongan itu.
            Tahun pun bergulir meninggalkan keteguhan di hati Rino yang semakin kuat. Pembicaraannya dengan aisyahpun terus berlanjut walau cuma bersapa ‘hai’, dan itu membuat Rino semakin bersyukur kepada Allah. Serta Rino telah berniat untuk melamar Aisyah dengan bantuan pak kiyai yang sering menolongnya, apabila ‘islam’nya telah sempurna. Dan itu berarti mulai sekarang kesungguhan beribadah terus ditingkatkan agar ia tak menjadi mulsim yang setenga-setengah.
****
            “Ya Allah mengapa Engkau memberi kakalutan dalam hidup hamba? Hamba telah bersungguh-sungguh menyembah-Mu dan berusaha mendapatkan Ridhomu, tetapi mengapa hidup hamba tambah berat? hamba merasa tak sanggup lagi memanggul beban cobaan yang Engkau berikan.” gumam pemuda bernama Rino diiringi hembusan angin yang terus bertiup lembut dikala waktu menandakan maghrib segera tiba. Di atas jembatan Ampera yang menghadap ke arah Benteng Kuto Besak itulah tempat favoritnya untuk menyegarkan hatinya yang sedang kalut. Tetesan bening air matanya diseka tatkala ia ingat kejadian beberapa hari yang lalu. Aisyah, wanita yang sangat dikaguminya, telah pergi dahulu meninggalkannya untuk menghadap tuhan Sang Maha Pengambil karena panyakit yang bersemayam di dalam tubuh mungilnya. Rino tak dapat menerima peristiwa itu, ia sangat mencintai Aisyah. Dan yang sangat membuatnya terpukul, adalah saat terakhir kali pembicaraanya dengan Aisyah, saat ia hendak mengutarakan rasa ‘aneh’ dalam dirinya.
            “ Cinta itu hanya milik Allah Rino, Aku takut Allah akan cemburu kepadaku. Dan karena itulah cintaku hanya milik Allah semata. Bila kau mencintai diriku, cintailah Allah terlebih dahulu, kerena Allah adalah tuhan yang menciptakan cinta itu sendiri.” Itulah pesan terakhir Aisyah padanya. Rinopun sangat terpukul dengan segelintir peristiwa yang terus mendatangi  hidupnya, mulai dari di usir dari rumahnya hingga kepergian Aisyah yang begitu tiba-tiba. setelah merenungkan kata-kata terakhir Aisyah akhirnya Rinopun menyadari betapa kelirunya ia selama ini.
            “Ya Allah, maafkan  hamba yang tak tulus menyembah Mu. Maafkan hamba yang membentengi diri dari cinta dengan agama Mu. Maafkan hamba yang selalu berlari di atas dilema hidup ini. sekarang hamba menyadari betapa bodohnya hamba yang telah berpaling dari cintamu yang lebih nyata. Dan sekali lagi tolonglah hamba agar hamba tak pernah jauh dari cinta Mu. Ya Robbi.”
            Keadaan sore itu telah membuat perubahan besar dalam diri Rino beriring perubahan langit yang menjelma malam. Adzan maghrib telah membahana membelah langit senja hari itu dan Rinopun pergi meninggalkan Ampera seperti Allah meninggalkan sebersit cinta dihatinya, dengan perasaan tenang, setenang riak-riak kecil gelombang sungai Musi. Di iringi senyum yang ikhlas untuk menghadap sang Maha Cinta, Rino menyenandungkan sajak Jalaludin Rumi yang sekarang sangat dipahaminya.
            “Pulanglah kepangkuan Allah sang Maha Cinta, maka Ia akan memelukmu dan ia tak akan melepaskan kepergianmu......”
SELESAI